• This is slide 1 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 2 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 3 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 4 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 5 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.

Wednesday 16 November 2016

Pengertian Iman Menurut Bahasa dan Istilah

pengertian iman secara bahasa
Iman secara bahasa berarti kepercayaan.Sedangkan secara istilah,iman adalah suatu keadaan yang didasarkan pada keyakinan dan mencakup segi-segi perkataan dan perbuatan.
Yaitu perkataan hati dan lisan,serta perbuatan hati dan anggota badan.Perkataan hati adalah ilmu yang diyakini.Perbuatan hati,seperti niat ikhlas,kecintaan kepada Allah Subhana wa Ta’ala takut kepada-Nya,tawakkal dan lainnya. Perkataan lisan seperti dua kalimat syahadat,tasbih dan istighfar,perbuatan anggota badan seperti sholat,haji dan lainnya.
Iman secara syar’i adalah membenarkan dan mengakui secara sempurna akan wujud kebenaran Allah Subhana wa Ta’ala dan Rububiyahnya,Uluhiyahnya, dan mengakui/mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah Subahna wa Ta’ala
Apabila kata-kata “Iman” disebutkan secara mutlak,yaitu sendirian,tanpa digabungkan dengan kata-kata lainnya,seperti kata kata amal sesudahnya,maka yang dimaksud adalah arti “iman” yang sempurna,yang mencakup perkataan dan perbuatan (hati,anggota badan dan lisan) seperti yang telah dijelaskan.
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُم
“Dan Allah tidak akan menyiakan-nyiakan iman kalian”
(QS.Al-Baqoroh : 143)
Tafsir ayat diatas ?,bahwa “Ketika kiblat kaum Muslimin dirubah dari arah Baitul Maqdis ke arah Makkah (Ka’bah),mereka bertanya-tanya tentang status sholat mereka selama ini.Maka pertanyaan tersebut dijawab oleh ayat di atas. Al-Iman dalam ayat ini berarti Ash-Sholat. Sholat adalah suatu amal yang terdiri dari perbuatan dan perkataan hati,serta anggota badan dan lisan.”
Imam al-Hulaini rahimahullah berkata :
“Para ahli tafsir telah ijma’ bahwa yang dimaksud dengan ungkapan IMANAKUM pada ayat tersebut adalah sholat kalian yang berkiblat kearah Baitul Maqdis. Disini terbukti bahwa sholat dinamakan dengan iman.Jika demikian halnya,maka semua amal ketaatan adalah iman,karena tidak ada bedanya antara sholat dengan amal ibadah lainnya dalam penamaannya (sebagian bagian iman).”
Dalam shohih Bukhori no 4020,Muslim no 23,Sunan Abu Dawud no 3692,Tirmidzi no 1525 dan Nasa’i no 4945 ada sebuah hadits yang diriwayatkam oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shollahu ‘alaihi wa Salam bahwa beliau bersabda kepada utusan Bani ‘Abdul Qois :
آمُرُكُمْ بِأَرْبَعٍ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ أَرْبَعٍ الْإِيمَانِ بِاللَّهِ هَلْ تَدْرُونَ مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَأَنْ تُعْطُوا مِنْ الْمَغَانِمِ الْخُمُسَ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ أَرْبَعٍ مَا انْتُبِذَ فِي الدُّبَّاءِ وَالنَّقِيرِ وَالْحَنْتَمِ وَالْمُزَفَّت
“Aku memerintahkan kalian untuk beriman kepada Allah Yang Maha Esa.Tahukah kalian apa arti beriman kepada Allah Yang Maha Esa?Yaitu syahdat La Ilaha Illallah,tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah,mendirikan shoalt,membayar zakat,puasa ramadhan dan membayar seperlima ghanimah (harta rampasan perang”).
Dalam hadits diatas dengan tegas dijelaskan bahwa perkataan lisan dan perbuatan anggota badan adalah iman atau bagian dari iman.Sudah tentu perkataan dan perbuatan badan tersebut harus disertai iman yang ada dalam hati,karena apabila tidak,maka keadaan seperti ini tidaklah dapat disebut sebagai iman.
Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi ni 2539,Nasa’i no 4919,Ibnu Majah no 560,serta diriwayatkan pula oleh Bukhori no 8 dan Muslim no 50 dengan lafadz yang berbunyi :
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً أَفْضَلُهَا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَوْضَعُهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَان
“Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang yang paling utama adalah persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang dari keimanan.”
Ucapan “Laa Ilaha Illallah” adalah perkataan lisan,menyingkirkan ganguan adalah perbuatan anggota badan dan rasa malu adalah perbuatan hati.
Apabila kata-kata “iman” tidak berdiri sendiri (yaitu digabungkan atau didahului oleh kata-kata “Islam” atau “amal sholeh”),maka yang dimaksud iman berati perkataan dan perbuatan hati saja,dan tidak mencakup perbuatan dan perkataan anggota badan.
Ketika Rasulullah Shollahu ‘alaihi wa salam ditanya oleh malaikat jibril ‘alaihi salam tentang arti Islam dan Iman,maka beliau menjawab bahwa arti Islam adalah rukun Islam yang lima (yaitu amal serta perkataan anggota tubuh dan lisan) dan arti iman adalah rukun iman yang enam (yaitu amal dan perkataan hati),yaitu :
1.Iman kepada Allah
2.Iman kepada para malaikat
3.Iman kepada kitab-kitab
4.Iman kepada para Rasul
5.Iman kepada hari akhir
6.Iman kepada Al-Qodar,baik dan buruknya dari Allah
Rasulullah Shollahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah,malaikat-Nya,kitab-kitab-Nya,para Rasul-Nya.
Demikian Pengertian Iman Menurut Bahasa dan Istilah

Pengertian Sabar Sesuai Pandangan Islam


Pengertian  Sabar Sesuai Pandangan IslamBanyak di antara kita yang ingin tahu pengertian sabar itu seperti apa dan bagaimana pandangan islam tentang sabar.  Mari kita pelajari pengertian sabar satu demi satu agar kita benar benar memahami makna sabar itu sendiri.
Sabar berasal dari kata “sobaro-yasbiru” yang artinya menahan. Dan menurut istilah, sabar adalah menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah pengertian sabar yang harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan cobaan saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar. Sabar harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya ketika kita dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus tetap menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.
Pandangan Islam Tentang Sabar
Setelah kita tahu tentang pengertian sabar maka kita pelajari tentang pandangan islam tentang sabar. Sesuai pandangan islam Sabar itu ada berbagai macam, antara lain :
  1. Sabar dalam menjalankan perintah Allah SWT
Menahan diri kita agar tetap istiqomah dalam menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah bagian dari perintah Allah SWT. Kita harus tetap sabar menjalankan itu semua, karena Allah telah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang menjalankan perintah-Nya dengan baik sesuai syariat yang telah Allah SWT turunkan. Mulai dari shalat, zakat, puasa, dakwah, dan lain-lain. Itu semua harus kita jalani dengan sabar.
  1. Sabar dari apa yang dilarang Allah SWT
Tenar sekali salah satu lagu yang dinyanyikan oleh Raja Dangdut H.Rhoma Irama dimana ada sebagian liriknya yang berbunyi “mengapa semua yang asik-asik, itu diharamkan? mengapa semua yang enak-enak itu dilarang?” karena semua itu adalah memang godaan setan yang merayu kita dengan kenikmatan-kenikmatan dunyawi. Semua kenikmatan itu hanya semua, karena jalan yang ditunjukan oleh setan itu tidaklah berakhir kecuali di neraka. Dan kita sebagi umat Islam harus bersabar dari apa yang dilarang oleh Allah SWT. Yakinlah bahwa semua larangan itu pasti ada maksudnya. Tidaklah Allah SWT melarang kita untuk berbuat dosa, kecuali dalam dosa itu pasti ada sebuah kerugian yang akan didapat jika kita melakukannya.
  1. Sabar terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah SWT
Jika ada salah satu dari kita ditakdirkan dengan kondisi fisik yang kurang, maka kita juga harus tetap bersabar. Karena bersabar dengan ketentuan Allah SWT merupakan salah satu dari macam sabar. Dan balasan lain dari sabar kita itu adalah surga. Rasulallah SAW bersabda: sesungguhnya Allah SWT berfirman“Jika hambaku diuji dengan kedua matanya dan dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya dengan surga” (HR. Bukhori).
Semoga Allah SWT menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang sabar dalam menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan dari apa yang telah ditakdirkan-Nya. Dan kita harus tetap melatih sifat sabar ini dalam kehidupan kita sehingga nantinya kita akan dapat menyikapi semua aspek hidup ini dengan sabar. wallau’alam, 

“Nrimo ing Pandum” tak Semudah Kedengarannya

hutan


Kalimat yang mungkin tak asing bagi orang jawa pada umumnya. Khususnya bagi orang jawa yang memegang erat budaya ketimurannya. Kalimat yang tersusun dari 3 kata tersebut begitu mudah kita ucapkan, kita dengar dan kita tulis. Namun tak cukup 3 langkah saja untuk dapat kita terapkan dalam kehidupan.
Nrimo ing Pandum” memiliki arti “menerima dengan pemberian” dalam kajian yang lebih luas bisa juga berarti ikhlas atas apa yang kita terima dalam kehidupan atau “legowo” dalam menghadapi setiap lika-liku dalam hidup. Pengaplikasian dalam kehidupan sosial “nrimo ing pandum” bisa berarti bermurah hati dengan sesama, dalam ekonomi dapat pula dikatakan sebagai rasa cukup dengan kekayaan yang dimiliki, dan masih bisa lebih luas lagi “nrimo ing pandum” dapat diaplikasikan.
Nrimo yang berarti menerima dengan segala sesuatu pemberian baik dari sesama manusia ataupun dari Yang Maha Kuasa, baik berupa hal baik maupun hal buruk, bahkan kurang ataupun lebih. Bagi sesepuh jaman dulu mungkin seperti kakek/nenek kita atau buyut-buyut kita “nrimo ing pandum” digunakan sebagai notice dalam menjalani ujian kehidupan. Mungkin banyak dari kita berpikir bahwa ujian hidup itu hal yang menyedihkan, menyusahkan, bikin bete kata anak muda jaman sekarang. Perlu kita ingat bahwa ujian bisa saja berupa kelebihan yang kita miliki. Kelebihan yang kita miliki atau kita terima tersebut dalam kajian nrimo memesankan kepada kita agar selalu bersyukur dan berendah hati dengan apa yang sudah kita miliki. Sebaliknya dalam kekurangan yang kita hadapi nrimo mengajarkan kita agar selalu bersabar dan tabah dalam kekurangan maupun kesulitan yang ada.
Apakah itu masih mudah seperti yang kita dengar???
Pelajaran bagi kita yang masih berharap memiliki hidup lebih baik lagi. Nrimo ing pandum mengajarkan kita “Ojo Dumeh” (akan dibahas nanti di pertemuan lain waktu) yang berarti “jangan mentang-mentang”.
“Ojo dumeh sugih lali mlarat e”
“Ojo dumeh sehat lali lara ne”
“Ojo dumeh enom lali tuo ne”
“Ojo dumeh seneng lali susah e”
Ojo dumeh urip lali mati ne”
Dari 1 kalimat sederhana memunculkan 5 kalimat berikutnya yang mungkin lebih akrab disebut “5 sebelum 5”. Marilah terus belajar, terus mawas diri, dan saling mengingatkan untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik lagi, belajar dari semua yang kita hadapi, dan menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin.
Belajar Filosofi "Nrimo" dari Masyarakat Jawa 23 Mei 2012 08:42:47 Diperbarui: 25 Juni 2015 04:55:59 Dibaca : 4,960 Komentar : 3 Nilai : 1 "Uripe ayem rumongso aman, dununge roso tondo yen iman, sabar nrimo najan pas-pasan, kabeh tinakdir saking Pangeran…“ Sepenggal lirik puji-pujian tersebut terasa begitu syahdu terdengar di penghujung sore waktu itu. Suara merdu sang penandung yang dipertegas dengan alat pengeras suara masjid seakan mengajak setiap orang yang mendengarnya untuk berdamai dengan hati mereka. Betapa tidak kata-kata sederhana yang juga membentuk kalimat-kalimat sederhana terasa begitu sarat makna dan mengena. Filosofi “nrimo ing pandum” begitu kental terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, setidaknya itulah yang saya lihat selamat 4 tahun bergaul dan hidup bersama membaur bersama mereka selama menempuh study di Kampus Konservasi, Universitas Negeri Semarang. Perjalanan saya ke bebrapa daerah di Jawa Tengah dan pengalaman KKN di salah satu desa terpencil di Wonosobo semakin mempertegas dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat Jawa berpegang teguh ada pedoman-pedoman hidup tidak tertulis dan kearifan lokal yang telah diwariskan para pendahulu. Nilai postif dari filosofi tersebut benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks filosofi lokal “nrimo ing pandum”, saya jarang mendengar keluhan ataupun sedu sedan meskipun kehidupan mereka sarat dengan kemiskinan dan kesusahan. Kesederhaanan cara hidup juga sangat terlihat meskipun sebenarnya ada sebagain masyarakat yang mampu mengikuti cara hidup orang-orang di kota, namun saya sama sekali tidak melihat hal-hal berbau keduniawian yang berlebihan yang dengan mudah kite temukan di kehidupan modern seperti sekarang ini. Awalnya saya tak habis pikir bagaimana mungkin di jaman yang individualis dan segala sesuatu selalu dinilai dengan uang, masih saja ada orang yang dengan tulusnya mau menolong dan saling berbagi, masih saja ada orang yang mau mengabdikan dirinya di Kraton bekerja siang malam untuk Sang Raja, hanya dibayar seadanya dan jauh dari kata cukup. Perjalanan saya beberapa waktu yang lalu ke Keraton Jogja menunjukkan betapa setiap abdi dalem keraton begitu tulus dan bersungguh-sungguh dalam bekerja bahkan terlihat ada rona kebahagian di wajah-wajah mereka. Sekali lagi saya benar-benar tidak habis pikir. Pernah suatu ketika saya benar-benar merasa menyesal karena telah menawar sepasang sepatu dengan harga yang terlalu murah di Pasar Johar Semarang. Pedagang baik hati tersebut adalah seorang bapak berusia senja yang dengan senang hati menerima penawaran saya. Awalnya saya merasa senang karena trik dengan mengatasnamakan mahasiswa yang uangnya pas-pasan dan masih dikirimi dari orang tua berhasil meluluhkan hati Pak Tua tersebut. Namun akhirnya saya merasa malu sendiri ketika Pak Tua tersebut mengatakan dapat memahami keadaan saya karena Pak Tua tersebut juga memiliki anak yang masih kuliah. Pak tua tersebut kemudian bercerita bagaimana hatinya merasa sangat sedih ketika tidak mampu memberi sangu yang pantas untuk menunjang kehidupan anaknya selama menempuh study. Bapak tersebut sadar bahwa uang yang dikirim setiap bulannya jauh dari kata cukup. Guratan di wajah bapak tersebut seolah mengatakan meskipun dia telah bekerja keras namun hasilnya selalu kurang untuk membiayai kuliah sang anak. Namun demikian Pak Tua itu tidak pernah mengeluh, meskipun hasilnya tak seberap bapak tersebut tetap setia dengan profesinya dan bekerja sepenuh hati menjual sepatu di salah satu sudut Pasar Johar Semarang. Saya benar-benar kagum dan merasa menyesal mendengar cerita bapak tersebut, meskipun dalam keadaan sulit ,beliau masih saja mau berbagi kebaikan pada saya waktu itu. Bapak tersebut kemudian melanjutkan ceritanya betapa dia merasa “penerimaan”-nya akan garis kehidupan yang telah di tetapkan Sang Pencipta dan usahanya adalah sebagai bentuk kesyukuran atas segala "nikmat" yang ia dan keluarga peroleh selama ini. Kerja keras tersebut tidak sia-sia karena merasa Sang Khaliq telah membalas kerja kerasnya dengan prestasi-prestasi anaknya selama ini. Berkaca pada sepenggal kisah kehidupan diatas, saya mengambil kesimpulan bahwa filosofi “nrimo ing pangdum” mengandung arti ”penerimaan” seseorang dengan ikhlas akan sesuatu hal. “Penerimaan” di sini menurut saya adalah bukan sekedar penerimaan apa adanya atau menyerah pada nasib, melainkan penerimaan hasil atas usaha atau ikhtiar yang telah dilakukan. Berusaha, berdoa dan tawakal adalah wajib. Apakah nanti hasilnya baik atau tidak, sesuai dengan harapan atau tidak, kata syukur senantiasa terucap karena perkara hasil adalah urusan dari Sang Pencipta. Filosofi ini menurut saya akan mengajarkan seseorang untuk dapat ikhlas, tidak mengharapkan sebuah balasan dan menjadi pribadi yang selalu bersyukur, bersyukur pada apa yang telah diberikan Sang Khalik hari ini, kemarin dan mungkin esok hari. Menurut saya, itu adalah simbol optimisme, keyakinan sekaligus kepasrahan. Pengalaman hidup 4 tahun belakangan ini benar-benar telah merubah cara berfikir saya. Saya begitu banyak belajar tentang kehidupan dan cara dalam memandang kehidupan. Masyarakat Jawa dalam memandang filosofi nenek moyang mereka adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan sesuatu yang harus di internalisaikan ke dalam diri dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hipotesis saya selama ini yang menganggap uang dan materi adalah sumber kebahagian serta merta tertolak oleh filosofi tersebut. Kebahagian sejati adalah disaat uripe ayem rumongso aman karena penerimaan akan kehendak Illahi Robbi sebagai tanda Iman dan Keyakinan pada-Nya Jadi teringat pesan terakhir Pak Tua penjual sepatu itu begitu mendamaikan dan menentramkan hati..”le…nrimo ing pandum, Rezeki sudah ada yang mengatur, Gusti Allah tidak pernah tidur, kalau kita mau pasti ada jalan, yang penting bukan apa yang kita kerjakan tapi niat kita bekerja adalah untuk bersyukur dan juga beribadah (dalam bahasa Jawa).

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/wahyu.sitepoe/belajar-filosofi-nrimo-dari-masyarakat-jawa_5510aa2c813311ae33bc6d30
Belajar Filosofi "Nrimo" dari Masyarakat Jawa 23 Mei 2012 08:42:47 Diperbarui: 25 Juni 2015 04:55:59 Dibaca : 4,960 Komentar : 3 Nilai : 1 "Uripe ayem rumongso aman, dununge roso tondo yen iman, sabar nrimo najan pas-pasan, kabeh tinakdir saking Pangeran…“ Sepenggal lirik puji-pujian tersebut terasa begitu syahdu terdengar di penghujung sore waktu itu. Suara merdu sang penandung yang dipertegas dengan alat pengeras suara masjid seakan mengajak setiap orang yang mendengarnya untuk berdamai dengan hati mereka. Betapa tidak kata-kata sederhana yang juga membentuk kalimat-kalimat sederhana terasa begitu sarat makna dan mengena. Filosofi “nrimo ing pandum” begitu kental terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, setidaknya itulah yang saya lihat selamat 4 tahun bergaul dan hidup bersama membaur bersama mereka selama menempuh study di Kampus Konservasi, Universitas Negeri Semarang. Perjalanan saya ke bebrapa daerah di Jawa Tengah dan pengalaman KKN di salah satu desa terpencil di Wonosobo semakin mempertegas dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat Jawa berpegang teguh ada pedoman-pedoman hidup tidak tertulis dan kearifan lokal yang telah diwariskan para pendahulu. Nilai postif dari filosofi tersebut benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks filosofi lokal “nrimo ing pandum”, saya jarang mendengar keluhan ataupun sedu sedan meskipun kehidupan mereka sarat dengan kemiskinan dan kesusahan. Kesederhaanan cara hidup juga sangat terlihat meskipun sebenarnya ada sebagain masyarakat yang mampu mengikuti cara hidup orang-orang di kota, namun saya sama sekali tidak melihat hal-hal berbau keduniawian yang berlebihan yang dengan mudah kite temukan di kehidupan modern seperti sekarang ini. Awalnya saya tak habis pikir bagaimana mungkin di jaman yang individualis dan segala sesuatu selalu dinilai dengan uang, masih saja ada orang yang dengan tulusnya mau menolong dan saling berbagi, masih saja ada orang yang mau mengabdikan dirinya di Kraton bekerja siang malam untuk Sang Raja, hanya dibayar seadanya dan jauh dari kata cukup. Perjalanan saya beberapa waktu yang lalu ke Keraton Jogja menunjukkan betapa setiap abdi dalem keraton begitu tulus dan bersungguh-sungguh dalam bekerja bahkan terlihat ada rona kebahagian di wajah-wajah mereka. Sekali lagi saya benar-benar tidak habis pikir. Pernah suatu ketika saya benar-benar merasa menyesal karena telah menawar sepasang sepatu dengan harga yang terlalu murah di Pasar Johar Semarang. Pedagang baik hati tersebut adalah seorang bapak berusia senja yang dengan senang hati menerima penawaran saya. Awalnya saya merasa senang karena trik dengan mengatasnamakan mahasiswa yang uangnya pas-pasan dan masih dikirimi dari orang tua berhasil meluluhkan hati Pak Tua tersebut. Namun akhirnya saya merasa malu sendiri ketika Pak Tua tersebut mengatakan dapat memahami keadaan saya karena Pak Tua tersebut juga memiliki anak yang masih kuliah. Pak tua tersebut kemudian bercerita bagaimana hatinya merasa sangat sedih ketika tidak mampu memberi sangu yang pantas untuk menunjang kehidupan anaknya selama menempuh study. Bapak tersebut sadar bahwa uang yang dikirim setiap bulannya jauh dari kata cukup. Guratan di wajah bapak tersebut seolah mengatakan meskipun dia telah bekerja keras namun hasilnya selalu kurang untuk membiayai kuliah sang anak. Namun demikian Pak Tua itu tidak pernah mengeluh, meskipun hasilnya tak seberap bapak tersebut tetap setia dengan profesinya dan bekerja sepenuh hati menjual sepatu di salah satu sudut Pasar Johar Semarang. Saya benar-benar kagum dan merasa menyesal mendengar cerita bapak tersebut, meskipun dalam keadaan sulit ,beliau masih saja mau berbagi kebaikan pada saya waktu itu. Bapak tersebut kemudian melanjutkan ceritanya betapa dia merasa “penerimaan”-nya akan garis kehidupan yang telah di tetapkan Sang Pencipta dan usahanya adalah sebagai bentuk kesyukuran atas segala "nikmat" yang ia dan keluarga peroleh selama ini. Kerja keras tersebut tidak sia-sia karena merasa Sang Khaliq telah membalas kerja kerasnya dengan prestasi-prestasi anaknya selama ini. Berkaca pada sepenggal kisah kehidupan diatas, saya mengambil kesimpulan bahwa filosofi “nrimo ing pangdum” mengandung arti ”penerimaan” seseorang dengan ikhlas akan sesuatu hal. “Penerimaan” di sini menurut saya adalah bukan sekedar penerimaan apa adanya atau menyerah pada nasib, melainkan penerimaan hasil atas usaha atau ikhtiar yang telah dilakukan. Berusaha, berdoa dan tawakal adalah wajib. Apakah nanti hasilnya baik atau tidak, sesuai dengan harapan atau tidak, kata syukur senantiasa terucap karena perkara hasil adalah urusan dari Sang Pencipta. Filosofi ini menurut saya akan mengajarkan seseorang untuk dapat ikhlas, tidak mengharapkan sebuah balasan dan menjadi pribadi yang selalu bersyukur, bersyukur pada apa yang telah diberikan Sang Khalik hari ini, kemarin dan mungkin esok hari. Menurut saya, itu adalah simbol optimisme, keyakinan sekaligus kepasrahan. Pengalaman hidup 4 tahun belakangan ini benar-benar telah merubah cara berfikir saya. Saya begitu banyak belajar tentang kehidupan dan cara dalam memandang kehidupan. Masyarakat Jawa dalam memandang filosofi nenek moyang mereka adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan sesuatu yang harus di internalisaikan ke dalam diri dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hipotesis saya selama ini yang menganggap uang dan materi adalah sumber kebahagian serta merta tertolak oleh filosofi tersebut. Kebahagian sejati adalah disaat uripe ayem rumongso aman karena penerimaan akan kehendak Illahi Robbi sebagai tanda Iman dan Keyakinan pada-Nya Jadi teringat pesan terakhir Pak Tua penjual sepatu itu begitu mendamaikan dan menentramkan hati..”le…nrimo ing pandum, Rezeki sudah ada yang mengatur, Gusti Allah tidak pernah tidur, kalau kita mau pasti ada jalan, yang penting bukan apa yang kita kerjakan tapi niat kita bekerja adalah untuk bersyukur dan juga beribadah (dalam bahasa Jawa).

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/wahyu.sitepoe/belajar-filosofi-nrimo-dari-masyarakat-jawa_5510aa2c813311ae33bc6d30
Belajar Filosofi "Nrimo" dari Masyarakat Jawa 23 Mei 2012 08:42:47 Diperbarui: 25 Juni 2015 04:55:59 Dibaca : 4,960 Komentar : 3 Nilai : 1 "Uripe ayem rumongso aman, dununge roso tondo yen iman, sabar nrimo najan pas-pasan, kabeh tinakdir saking Pangeran…“ Sepenggal lirik puji-pujian tersebut terasa begitu syahdu terdengar di penghujung sore waktu itu. Suara merdu sang penandung yang dipertegas dengan alat pengeras suara masjid seakan mengajak setiap orang yang mendengarnya untuk berdamai dengan hati mereka. Betapa tidak kata-kata sederhana yang juga membentuk kalimat-kalimat sederhana terasa begitu sarat makna dan mengena. Filosofi “nrimo ing pandum” begitu kental terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, setidaknya itulah yang saya lihat selamat 4 tahun bergaul dan hidup bersama membaur bersama mereka selama menempuh study di Kampus Konservasi, Universitas Negeri Semarang. Perjalanan saya ke bebrapa daerah di Jawa Tengah dan pengalaman KKN di salah satu desa terpencil di Wonosobo semakin mempertegas dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat Jawa berpegang teguh ada pedoman-pedoman hidup tidak tertulis dan kearifan lokal yang telah diwariskan para pendahulu. Nilai postif dari filosofi tersebut benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks filosofi lokal “nrimo ing pandum”, saya jarang mendengar keluhan ataupun sedu sedan meskipun kehidupan mereka sarat dengan kemiskinan dan kesusahan. Kesederhaanan cara hidup juga sangat terlihat meskipun sebenarnya ada sebagain masyarakat yang mampu mengikuti cara hidup orang-orang di kota, namun saya sama sekali tidak melihat hal-hal berbau keduniawian yang berlebihan yang dengan mudah kite temukan di kehidupan modern seperti sekarang ini. Awalnya saya tak habis pikir bagaimana mungkin di jaman yang individualis dan segala sesuatu selalu dinilai dengan uang, masih saja ada orang yang dengan tulusnya mau menolong dan saling berbagi, masih saja ada orang yang mau mengabdikan dirinya di Kraton bekerja siang malam untuk Sang Raja, hanya dibayar seadanya dan jauh dari kata cukup. Perjalanan saya beberapa waktu yang lalu ke Keraton Jogja menunjukkan betapa setiap abdi dalem keraton begitu tulus dan bersungguh-sungguh dalam bekerja bahkan terlihat ada rona kebahagian di wajah-wajah mereka. Sekali lagi saya benar-benar tidak habis pikir. Pernah suatu ketika saya benar-benar merasa menyesal karena telah menawar sepasang sepatu dengan harga yang terlalu murah di Pasar Johar Semarang. Pedagang baik hati tersebut adalah seorang bapak berusia senja yang dengan senang hati menerima penawaran saya. Awalnya saya merasa senang karena trik dengan mengatasnamakan mahasiswa yang uangnya pas-pasan dan masih dikirimi dari orang tua berhasil meluluhkan hati Pak Tua tersebut. Namun akhirnya saya merasa malu sendiri ketika Pak Tua tersebut mengatakan dapat memahami keadaan saya karena Pak Tua tersebut juga memiliki anak yang masih kuliah. Pak tua tersebut kemudian bercerita bagaimana hatinya merasa sangat sedih ketika tidak mampu memberi sangu yang pantas untuk menunjang kehidupan anaknya selama menempuh study. Bapak tersebut sadar bahwa uang yang dikirim setiap bulannya jauh dari kata cukup. Guratan di wajah bapak tersebut seolah mengatakan meskipun dia telah bekerja keras namun hasilnya selalu kurang untuk membiayai kuliah sang anak. Namun demikian Pak Tua itu tidak pernah mengeluh, meskipun hasilnya tak seberap bapak tersebut tetap setia dengan profesinya dan bekerja sepenuh hati menjual sepatu di salah satu sudut Pasar Johar Semarang. Saya benar-benar kagum dan merasa menyesal mendengar cerita bapak tersebut, meskipun dalam keadaan sulit ,beliau masih saja mau berbagi kebaikan pada saya waktu itu. Bapak tersebut kemudian melanjutkan ceritanya betapa dia merasa “penerimaan”-nya akan garis kehidupan yang telah di tetapkan Sang Pencipta dan usahanya adalah sebagai bentuk kesyukuran atas segala "nikmat" yang ia dan keluarga peroleh selama ini. Kerja keras tersebut tidak sia-sia karena merasa Sang Khaliq telah membalas kerja kerasnya dengan prestasi-prestasi anaknya selama ini. Berkaca pada sepenggal kisah kehidupan diatas, saya mengambil kesimpulan bahwa filosofi “nrimo ing pangdum” mengandung arti ”penerimaan” seseorang dengan ikhlas akan sesuatu hal. “Penerimaan” di sini menurut saya adalah bukan sekedar penerimaan apa adanya atau menyerah pada nasib, melainkan penerimaan hasil atas usaha atau ikhtiar yang telah dilakukan. Berusaha, berdoa dan tawakal adalah wajib. Apakah nanti hasilnya baik atau tidak, sesuai dengan harapan atau tidak, kata syukur senantiasa terucap karena perkara hasil adalah urusan dari Sang Pencipta. Filosofi ini menurut saya akan mengajarkan seseorang untuk dapat ikhlas, tidak mengharapkan sebuah balasan dan menjadi pribadi yang selalu bersyukur, bersyukur pada apa yang telah diberikan Sang Khalik hari ini, kemarin dan mungkin esok hari. Menurut saya, itu adalah simbol optimisme, keyakinan sekaligus kepasrahan. Pengalaman hidup 4 tahun belakangan ini benar-benar telah merubah cara berfikir saya. Saya begitu banyak belajar tentang kehidupan dan cara dalam memandang kehidupan. Masyarakat Jawa dalam memandang filosofi nenek moyang mereka adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan sesuatu yang harus di internalisaikan ke dalam diri dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hipotesis saya selama ini yang menganggap uang dan materi adalah sumber kebahagian serta merta tertolak oleh filosofi tersebut. Kebahagian sejati adalah disaat uripe ayem rumongso aman karena penerimaan akan kehendak Illahi Robbi sebagai tanda Iman dan Keyakinan pada-Nya Jadi teringat pesan terakhir Pak Tua penjual sepatu itu begitu mendamaikan dan menentramkan hati..”le…nrimo ing pandum, Rezeki sudah ada yang mengatur, Gusti Allah tidak pernah tidur, kalau kita mau pasti ada jalan, yang penting bukan apa yang kita kerjakan tapi niat kita bekerja adalah untuk bersyukur dan juga beribadah (dalam bahasa Jawa).

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/wahyu.sitepoe/belajar-filosofi-nrimo-dari-masyarakat-jawa_5510aa2c813311ae33bc6d30
Belajar Filosofi "Nrimo" dari Masyarakat Jawa 23 Mei 2012 08:42:47 Diperbarui: 25 Juni 2015 04:55:59 Dibaca : 4,960 Komentar : 3 Nilai : 1 "Uripe ayem rumongso aman, dununge roso tondo yen iman, sabar nrimo najan pas-pasan, kabeh tinakdir saking Pangeran…“ Sepenggal lirik puji-pujian tersebut terasa begitu syahdu terdengar di penghujung sore waktu itu. Suara merdu sang penandung yang dipertegas dengan alat pengeras suara masjid seakan mengajak setiap orang yang mendengarnya untuk berdamai dengan hati mereka. Betapa tidak kata-kata sederhana yang juga membentuk kalimat-kalimat sederhana terasa begitu sarat makna dan mengena. Filosofi “nrimo ing pandum” begitu kental terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, setidaknya itulah yang saya lihat selamat 4 tahun bergaul dan hidup bersama membaur bersama mereka selama menempuh study di Kampus Konservasi, Universitas Negeri Semarang. Perjalanan saya ke bebrapa daerah di Jawa Tengah dan pengalaman KKN di salah satu desa terpencil di Wonosobo semakin mempertegas dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat Jawa berpegang teguh ada pedoman-pedoman hidup tidak tertulis dan kearifan lokal yang telah diwariskan para pendahulu. Nilai postif dari filosofi tersebut benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks filosofi lokal “nrimo ing pandum”, saya jarang mendengar keluhan ataupun sedu sedan meskipun kehidupan mereka sarat dengan kemiskinan dan kesusahan. Kesederhaanan cara hidup juga sangat terlihat meskipun sebenarnya ada sebagain masyarakat yang mampu mengikuti cara hidup orang-orang di kota, namun saya sama sekali tidak melihat hal-hal berbau keduniawian yang berlebihan yang dengan mudah kite temukan di kehidupan modern seperti sekarang ini. Awalnya saya tak habis pikir bagaimana mungkin di jaman yang individualis dan segala sesuatu selalu dinilai dengan uang, masih saja ada orang yang dengan tulusnya mau menolong dan saling berbagi, masih saja ada orang yang mau mengabdikan dirinya di Kraton bekerja siang malam untuk Sang Raja, hanya dibayar seadanya dan jauh dari kata cukup. Perjalanan saya beberapa waktu yang lalu ke Keraton Jogja menunjukkan betapa setiap abdi dalem keraton begitu tulus dan bersungguh-sungguh dalam bekerja bahkan terlihat ada rona kebahagian di wajah-wajah mereka. Sekali lagi saya benar-benar tidak habis pikir. Pernah suatu ketika saya benar-benar merasa menyesal karena telah menawar sepasang sepatu dengan harga yang terlalu murah di Pasar Johar Semarang. Pedagang baik hati tersebut adalah seorang bapak berusia senja yang dengan senang hati menerima penawaran saya. Awalnya saya merasa senang karena trik dengan mengatasnamakan mahasiswa yang uangnya pas-pasan dan masih dikirimi dari orang tua berhasil meluluhkan hati Pak Tua tersebut. Namun akhirnya saya merasa malu sendiri ketika Pak Tua tersebut mengatakan dapat memahami keadaan saya karena Pak Tua tersebut juga memiliki anak yang masih kuliah. Pak tua tersebut kemudian bercerita bagaimana hatinya merasa sangat sedih ketika tidak mampu memberi sangu yang pantas untuk menunjang kehidupan anaknya selama menempuh study. Bapak tersebut sadar bahwa uang yang dikirim setiap bulannya jauh dari kata cukup. Guratan di wajah bapak tersebut seolah mengatakan meskipun dia telah bekerja keras namun hasilnya selalu kurang untuk membiayai kuliah sang anak. Namun demikian Pak Tua itu tidak pernah mengeluh, meskipun hasilnya tak seberap bapak tersebut tetap setia dengan profesinya dan bekerja sepenuh hati menjual sepatu di salah satu sudut Pasar Johar Semarang. Saya benar-benar kagum dan merasa menyesal mendengar cerita bapak tersebut, meskipun dalam keadaan sulit ,beliau masih saja mau berbagi kebaikan pada saya waktu itu. Bapak tersebut kemudian melanjutkan ceritanya betapa dia merasa “penerimaan”-nya akan garis kehidupan yang telah di tetapkan Sang Pencipta dan usahanya adalah sebagai bentuk kesyukuran atas segala "nikmat" yang ia dan keluarga peroleh selama ini. Kerja keras tersebut tidak sia-sia karena merasa Sang Khaliq telah membalas kerja kerasnya dengan prestasi-prestasi anaknya selama ini. Berkaca pada sepenggal kisah kehidupan diatas, saya mengambil kesimpulan bahwa filosofi “nrimo ing pangdum” mengandung arti ”penerimaan” seseorang dengan ikhlas akan sesuatu hal. “Penerimaan” di sini menurut saya adalah bukan sekedar penerimaan apa adanya atau menyerah pada nasib, melainkan penerimaan hasil atas usaha atau ikhtiar yang telah dilakukan. Berusaha, berdoa dan tawakal adalah wajib. Apakah nanti hasilnya baik atau tidak, sesuai dengan harapan atau tidak, kata syukur senantiasa terucap karena perkara hasil adalah urusan dari Sang Pencipta. Filosofi ini menurut saya akan mengajarkan seseorang untuk dapat ikhlas, tidak mengharapkan sebuah balasan dan menjadi pribadi yang selalu bersyukur, bersyukur pada apa yang telah diberikan Sang Khalik hari ini, kemarin dan mungkin esok hari. Menurut saya, itu adalah simbol optimisme, keyakinan sekaligus kepasrahan. Pengalaman hidup 4 tahun belakangan ini benar-benar telah merubah cara berfikir saya. Saya begitu banyak belajar tentang kehidupan dan cara dalam memandang kehidupan. Masyarakat Jawa dalam memandang filosofi nenek moyang mereka adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan sesuatu yang harus di internalisaikan ke dalam diri dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hipotesis saya selama ini yang menganggap uang dan materi adalah sumber kebahagian serta merta tertolak oleh filosofi tersebut. Kebahagian sejati adalah disaat uripe ayem rumongso aman karena penerimaan akan kehendak Illahi Robbi sebagai tanda Iman dan Keyakinan pada-Nya Jadi teringat pesan terakhir Pak Tua penjual sepatu itu begitu mendamaikan dan menentramkan hati..”le…nrimo ing pandum, Rezeki sudah ada yang mengatur, Gusti Allah tidak pernah tidur, kalau kita mau pasti ada jalan, yang penting bukan apa yang kita kerjakan tapi niat kita bekerja adalah untuk bersyukur dan juga beribadah (dalam bahasa Jawa).

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/wahyu.sitepoe/belajar-filosofi-nrimo-dari-masyarakat-jawa_5510aa2c813311ae33bc6d30

Makna/ARTI Sebuah Kejujuran



JUJUR adalah sebuah kata yang indah didengar, tetapi tidak seindah mengaplikasikan dalam keseharian. Tidak pula berlebihan, bila ada yang mengatakan “jujur” semakin langka dan terkubur, bahkan tidak lagi menarik bagi kebanyakan orang. Semua orang paham akan maknanya, tetapi begitu mudah mengabaikannya. Yang lebih berbahaya lagi adalah ada orang yang ingin dan selalu bersikap jujur, tapi mereka belum sepenuhnya tahu apa saja sikap yang termasuk kategori jujur.
Jujur tidaklah dimulai dari “warung kopi”, sebagaimana asumsi sementara orang, jujur sebuah nilai abstrak, sumbernya hati, bukan pada omongannya. Jadi “jujur” sebuah nilai kesadaran “imani”, dimulai dari suara hati, bukan di warung munculnya kejujuran. Kualitas imanlah yang dapat mengantarkan seseorang menjadi jujur. Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang.
Jika ada seseorang berhadapan dengan sesuatu atau fenomena, maka orang itu akan memperoleh gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Jika orang itu menceritakan informasi tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perubahan” (sesuai dengan realitasnya) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur. Dengan kata lain seseorang dikatakan jujur, bila ucapannya sejalan dengan perbuatannya.
Jadi yang disebut dengan jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokkan antara Informasi dengan fenomena atau realitas. Dalam agama Islam sikap seperti inilah yang dinamakan shiddiq. Makanya jujur itu ber-nilai tak terhingga. Karena semua sikap yang baik selalu bersumber pada “kejujuran”. Merupakan suatu keindahan bila setiap individu bersikap jujur terhadap dirinya, pedagang senantiasa jujur dalam usaha dagangannya, demikian pula pemimpin yang jujur dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Berkaitan dengan hal itu Rasulullah saw bersabda: “Hendaknya kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan kalian kepada kebajikan. Dan kebajikan itu menunjukkan kalian jalan ke surga.” (HR. Muslim)
 Jujur dan amanah
Jujur dapat diartikan bisa menjaga amanah. Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang mulia, orang yang memiliki sifat jujur biasanya mendapat kepercayaan dari orang lain. Sudah tentu setiap kita sangat tidak menyukai orang-orang yang suka berbohong atau berdusta. Sifat jujur merupakan salah satu rahasia diri seseorang untuk menarik kepercayaan umum karena orang yang jujur senantiasa berusaha untuk menjaga amanah. Amanah secara etimologis (lughawi)  dalam bentuk mashdar dari (amina, amanatan) yang berarti jujur atau dapat dipercaya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia amanah berarti pesan, perintah, keterangan atau wejangan.
Amanah, sesuatu yang berat karena harus menjaga dan merawat dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab titipan orang. Berhasil atau tidaknya suatu amanat sangat tergantung pada kejujuran orang yang memegang amanat tersebut. Jika orang yang memegang amanah adalah orang yang jujur maka amanah tersebut tidak akan terabaikan dan dapat terjaga atau terlaksana dengan baik. Begitu juga sebaliknya, jika amanah tersebut jatuh ke tangan orang yang tidak jujur, maka keselamatan amanah tersebut pasti tidak akan tertolong.
Dengan demikian, jujur dapat pula diartikan kehati-hatian diri seseorang dalam memegang amanah yang telah dipercayakan oleh orang lain kepada dirinya. Karena salah satu sifat terpenting yang harus dimiliki bagi orang yang akan diberi amanah adalah orang-orang yang memiliki kejujuran. Karena kejujuran merupakan sifat luhur yang harus dimiliki manusia. Orang yang memiliki kepribadian yang jujur, masuk dalam kategori orang yang pantas diberi amanah, karena orang semacam ini memegang teguh terhadap setiap apa yang ia yakini dan menjalankan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
Berbicara tentang orang-orang yang akan menentukan masa depan bangsa ini, tak lepas dari membicarakan masalah amanah. Di tengah berbagai konflik yang ada, mampukah mereka menjalankan amanah itu? Bila dilihat berdasarkan syariat, amanah ini pengertiannya sangat luas dan mendalam. Mulai dari “Menyimpan rahasia hingga menjalankan sesuatu yang menjadi perjanjian atau tugas yang dibebankan kepadanya”.

BREAKING NEWS - Ngeri! Gempa Besar dari Malang Guncang Seluruh Jawa Timur


BREAKING NEWS - Ngeri! Gempa Besar dari Malang Guncang Seluruh Jawa Timur
surya/Faiq Nuraini
 
Gempa di wilayah Malang, Jawa Timur 
Gempa besar terasa melanda Malang Raya pukul 22.11 WIB, Rabu (16/11/2016). Gempa terasa cukup kuat. Gempa membuat jendela dan kursi bergetar.
Gempa terasa sekitar satu menit lamanya.
Pantauan SURYA.co.id, gempa terasa mulai dari Malang Raya, Blitar, Kediri, Madiun, Surabaya, Jember, Bondowoso bahkan Banyuwangi di ujung timur Jawa.
Informasi dari BMKG, gempa ini berkekuatan 6,2 SR dan terjadi pukul 22:10:11 WIB.
Lokasinya di 9.32 LS,113.12 BT atau 127 km di tenggara Kabupaten Malang, dengan kedalaman 69 Km.
Pantauan SURYA di Kota Malang, sebagian tamu dan karyawan Hotel Aloha di Jalan Sultan Agung berhamburan keluar.
"Terasa sekali gempanya. Besar," kata seorang Satpam hotel.

Apakah Gempa Malang Berpotensi Tsunami? Ini Pernyataan Resmi BMKG


Apakah Gempa Malang Berpotensi Tsunami? Ini Pernyataan Resmi BMKG
bmkg
Peta goncangan gempa bumi. 
SURYA.co.id | MALANG - Petugas BMKG Malang, Hartanto, mengabarkan, gempa bumi pada 16 November 2016 malam ini berkekuatan 6,2 SR pada kedalaman 69 Km.
Berikut ini informasi lokasi sumber gempa:
127 km Tenggara MALANG-JATIM
136 km BaratDaya LUMAJANG-JATIM
142 km BaratDaya JEMBER-JATIM
232 km Tenggara SURABAYA-JATIM
782 km Tenggara JAKARTA-INDONESIA
Menurut Hartanto, gempa kali ini tidak berpotensi menimbulkan Tsunami.